Pergeseran Kebudayaan = Transformasi Gereja

Lantaran penggerak dari gereja yaitu jemaatnya, gereja bisa beralih serta bertransformasi sesuai sama hasrat jemaatnya. Sekarang ini gereja tak terlampau bikin pusing permasalahan pencintraan lewat bentuk fisik bangunan, yang lebih di perhatikan yaitu permasalahan non-fisik yakni perihal perubahan rohani jemaat serta kegiatan-kegiatan pembangunan rohani. Gereja lebih berlaku fleksibel dalam memastikan tempat untuk melaksanakan ibadah. Aspek-faktor yang memengaruhi pergeseran budaya ini diantaranya yaitu kurangnya tempat kosong yang cukup besar serta strategis untuk bangun suatu gereja hingga jemaat mengambil keputusan untuk memakai tempat yang dekat, praktis, serta sesuai sama keperluan beribadah mereka seperti yang disebutkan Rudolf Schwarz (1967), “Church Architecture is not cosmic mythology-rather it is the representation of Christian life, a new embodiment of the spiritual. ” 

Inilah awal perubahan ada gereja-gereja yang memakai bangunan mixed-use juga sebagai tempat ibadahnya. Fenomena ini bukan sekedar berlangsung di satu kota di Indonesia, namun juga menebar ke banyak daerah di negara kita. Bangunan gereja banyak menyatu dengan beberapa fungsi komersil seperti mall, bank, restoran, universitas, dsb. Aspek kepraktisan, ekonomi, serta maraknya gosip pembentukan compact city jadi dorongan pemakaian mixed use building juga sebagai tempat beribadah. Di kota Bandung sendiri terdapat banyak bangunan mixed-use yang dipakai juga sebagai tempat beribadah untuk jemaat gereja. 

Ingin ke Gereja atau ke Mall? 


Bangunan megah 9 lantai itu terlihat tawarkan banyak hiburan di tepi Jalan Pasteur yang buka km. awal kota Bandung. Bandung Trade Centre yang berdiri mulai sejak September 2002 adalah pusat hiburan yang hidup, komplit, serta jadi favorite orang-orang di lokasi itu (saksikan gambar 2). Bangunan ini sudah dihuni oleh 500 Toko serta 70 island/push cart serta mendeklarasikan diri juga sebagai ‘pesona fashion di Bandung’. Pengunjungnya cukup bermacam serta banyak, terutama saat weekend tiba. 

Namun tahukah kita bahwa di demikian banyak pengunjung itu ada beberapa orang yang maksud intinya datang ke Mall ini yaitu untuk melaksanakan ibadah? Bandung Trade Center mempunyai seputar 15 Gereja di Garut nyaris tiap-tiap lantainya. Pada papan panduan yang ada dibagian depan saat sebelum masuk ke lift, cuma terpampang seputar 7 nama gereja (saksikan gambar 3). Itupun implisit untuk orang pemula lantaran yang dipampangkan yaitu nama komunitasnya. Umumnya komune ini berdasar pada penginjilnya, misal komune GISI (Gereja Injil Seutuh Internasional) adalah bawaan dari penginjil Jimmy Oentoro. 

Lokasi-Lokasi Gereja ini menyebar dari mulai lantai terbawah (semi-Basement Floor) ada 2 gereja yakni Gereja Extravagant serta VMM (Vibrant Men’s Ministry). Di Lantai 2/P1 ada 3 Gereja yakni CRC, Graha Mawar Sharon, serta Balarea Convention Centre yang kerap dipakai untuk Kebaktian Kebangunan Rohani. Di lantai 3/P2 ada 3 gereja yakni Bethani, BPC, serta Pondok Daun. Di lantai 4 ada 1 Gereja yakni Griya Fajar Pengharapan. Di Lantai 5 ada GISI Centre (Gereja Injil Seutuh Internasional). Di Lantai paling atas ada Blessing Room. 

Umumnya gereja-gereja ini adalah gereja kharismatik serta berbentuk gerakan pengembangan. Komunitasnya terbangun dari beberapa penginjilnya yang disebut gembala/pendeta dari gereja itu. Gereja-gereja ini dapat buka kebaktian diluar hari minggu pada sore hari. Tetapi, jemaatnya memanglah tak sejumlah jemaat gereja biasanya. 

Pada awalnya pembangunan BTC tak diperuntukan spesial untuk manfaat spesifik. Pada perubahannya nyatanya memanglah banyak komune gereja yang pada akhirnya beli/menyewa tenant untuk melaksanakan ibadah jemaatnya disitu. Tersebut karena mengapa tak seluruhnya gereja ada di papan panduan. Gereja yang masih tetap mengontrak tak dijelaskan di papan penunjuk. Didalam lift atau diluar lift ada papan pengumuman yang biasanya berisi warta dari sebagian gereja yang ada di BTC 

Bentuk yang terus dipertahankan seperti di gereja pada umunya yaitu hall/aula besar tempat kebaktian berjalan (saksikan gambar 5). Bentuk ruang ini serupa dengan ruang seminar biasanya. Sisi altar di buat seperti panggung serta ada podium di mana pendeta berkotbah. Langit-langitnya cuma seputar 3, 5 mtr. seperti pada ruang umum. Ruang ini mempunyai penerangan yang cukup serta memakai pendingin ruang supaya merasa nyaman walau beberapa orang di dalamnya. Ruang beribadah ini umumnya juga di-setting kedap nada hingga tak mengganggu kesibukan lain didalam bangunan. 

Saat sebelum masuk ke ruang umumnya kita cuma disambut dengan suatu papan penunjuk yang diisi nama komune gereja itu serta papan pengumuman diisi warta, selebihnya serupa dengan convention centre yang biasanya dipakai juga sebagai ruangan seminar. Hasil wawancara dengan jemaat, beberapa besar terasa nyaman dengan bentuk gereja seperti ini lantaran yang terutama yaitu jalinan jemaat di dalamnya serta ibadahnya, bukanlah bentuk fisiknya. Diluar itu mereka terasa dipermudah lantaran penentuan tempat BTC yang strategis sekalian dapat nikmati sarana di dalamnya (food court, parkir yang terjamin serta nyaman, retail, supermarket). Keamanan gereja juga lebih terjamin lantaran ada unit pengaman yang siap sedia 24 jam untuk berpatroli serta mengawasi bangunan. 

Argumen lain yakni permasalahan ekonomi serta perijinan. Banyak komune gereja yang belum dapat dengan cara finansial untuk beli tanah serta bangun suatu gereja diatasnya dan memperoleh ijin resmi dari pemerintah serta orang-orang seputar untuk bangunnya. Umumnya sembari menanti duit terkumpul dari jemaat serta menanti ijin turun, mereka mengontrak suatu tempat juga sebagai rumah beribadah terlebih dulu. Masalah ini berlangsung pada GBI yang teletak di Dago Plaza, Jl. Ir. H juanda. Gereja ini mengontrak lantai 7 bangunan Dago Plaza juga sebagai tempat penampungan sesaat saat sebelum mereka mempunyai bangunan sendiri. Enam bln. waktu lalu sesudah gereja mereka di Jl. Suci siap digunakan, mereka geser ke bangunan itu. 

Pada dasarnya yaitu pergeseran citra gereja, yakni tak akan merujuk pada suatu hal yang berbentuk fisik, namun lebih merujuk ke non fisik, yakni pembangunan jemaat di dalamnya. Dalam bangunan gereja yang terutama yaitu bagaimanakah keperluan jemaat dapat tercukupi sesuai sama perubahan masa serta keadaan seputar. Terutama di waktu saat ini, dimana makin miskinnya tempat perkotaan, dan keperluan orang-orang bakal saat serta jarak yang lebih efektif lantaran mobilitas yang tinggi. Seperti tercatat di Alkitab, “ … di mana dua tiga orang berkumpul memberikan pujian pada namaKu, disitulah Saya hadir”. Tidak jadi masalah kulitnya apa (bangunannya), yang terutama yaitu beribadah yang berjalan didalamnya dapat jalan baik serta mensupport perubahan komune. 
Bookmark and Share

0 komentar:

Posting Komentar