Hari Kartini 2010

Raden Ajeng Kartini - 21 April, bangsa ini memperingati Hari Kartini. Selama ini perayaan Kartini sebatas seremoni tahunan yang pendekatannya pada penggunaan simbol-simbol yang melekat pada RA Kartini semasa hidup.

Coba kita perhatikan, yang paling menonjol dari peringatan Hari Kartini adalah para kaum hawa mengenakan kebaya di hari itu. Bahkan ‘spirit’ itu juga ditularkan kepada siswi sekolah bahkan anak taman kanak-kanak. Hari Kartini identik dengan mengenakan baju tradisional saat peringatan di sekolah.

Padahal meneladani Kartini tak sesederhana itu, mengenakan baju tradisional atau upacara seremoni lainnya. Kartini adalah inspirator dan motivator bagi kaum perempuan Indonesia.

Meneladani perjuangan Kartini sama dengan membuka cakrawala perempuan untuk berkiprah di bidang apa pun. Namun tentunya, tanpa harus meninggalkan sifat-sifat kodratinya sebagai ibu dan istri dalam rumah tangga.

Jika ditarik pada konteks kekinian, apa yang dicita-citakan RA Kartini, memang telah tergambar dalam potret perempuan Indonesia saat ini. Perempuan telah berkiprah dan berperan di berbagai bidang. Birokrasi, politik, pengusaha dan bidang lainnya, telah menjadi ranah para perempuan berkiprah bahkan tak jarang mengukir prestasi melebihi lelaki.

Perempuan menjadi kepala daerah, baik bupati, gubernur bahkan presiden telah ada di negeri ini. Perempuan mengukir jabatan tinggi di kepolisian dan TNI juga banyak. Perempuan politisi juga telah berderet. Bahkan, melalui jalur itulah perempuan Indonesia, Megawati Soekarnoputri menapaki ‘orang nomor satu’ negeri ini.

Artinya, ruang tempat perempuan beraktualisasi sesuai kemampuannya telah terbuka lebar. Tak ada lagi diskriminasi gender secara mencolok di negeri ini. Perempuan dan lelaki punya hak dan kesempatan sama untuk berkarya.

Namun, jika kita kembali tarik ke kontek kekinian, cukupkah perempuan dengan perannya saat ini? Sebenarnya ada harapan besar perempuan Indonesia bisa lebih berkiprah di tengah pusaran persoalan bangsa yang pelik dan kompleks.

Kita semua paham, negeri ini masih ‘infeksi’ akut dengan penyakit bernama korupsi. Bahkan Indonesia dinobatkan sebagai negara paling korup di Asia. Tentunya sebuah ‘predikat’ sangat memalukan. Tak sekadar mengganggu pembangunan dan merugikan rakyat, label negara korup menjadikan bangsa ini terkerangkeng di tengah pergaulan dunia.

Nah, di sinilah perlu energi dari para ‘Kartini’ Indonesia untuk turut mengurai benang kusut korupsi minimal dari lingkungan kecil mereka masing-masing. Perempuan di mana pun berkiprah, baik bidang politik, birokrasi, dunia usaha dan lainnya, diharapkan terus menularkan ‘virus’ antikorupsi.

Selama ini yang menjadi fokus terbesar korupsi adalah birokrasi dan lembaga legislatif. Di dua lembaga itu tak sedikit perempuan berkiprah termasuk yang duduk di posisi puncak. Dengan posisinya yang strategis, kemudian didasari semangat idealisme ‘melabrak’ korupsi, praktik yang menggerogoti uang negara itu perlahan bisa dikikis.

Andai kemudian semangat para perempuan itu terus menular hingga selanjutnya menjelma menjadi sebuah gerakan moral yang terlembaga secara apik, akan menjadi kekuatan besar pencegahan sekaligus pemberantasan korupsi. Tak mustahil kekuatan perempuan itu akan menyamai Satgas Antimafia Hukum dan KPK. Jika itu tercipta, perempuan menjadi agen perubahan bangsa jelas terbukti. (*)
Bookmark and Share

0 komentar:

Posting Komentar